Rabu, 07 Oktober 2009

Penemu Serat Optik dan Sensor Kamera CCD Dapat Nobel

Penemu Serat Optik dan Sensor Kamera CCD Dapat Nobel


Penemu Serat Optik dan Sensor Kamera CCD Dapat Nobel

Posted: 06 Oct 2009 06:45 PM PDT

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tiga orang bakal berbagi anugerah Nobel Fisika 2009 karena temuan yang membuat komunikasi Internet berjalan mulus dan makin sempurna saat ini yakni serat optik dan sensor kamera CCD.

"Nobel bidang fisika tahun ini dianugerahkan bagi dua pencapaian ilmiah yang membantu membentuk dasar masyarakat tersambung Internet," kata panitia Nobel, Selasa (6/9).

Separuh hadiah Nobel diberikan bagi Charles Kao yang menemukan serat optik (menjadi penghubung utama Internet dunia saat ini). Separuh lagi bagi Willard Boyle dan George Smith karena menemukan sensor kamera CCD (sensor pencitraan digital pertama dunia).

Kao, 76 tahun, kelahiran Cina yang menjadi warga negara ganda Inggris-Amerika Serikat, mulai merintis serat optik di dunia pada 1966. Saat itu ia mempelajari bagaimana cahaya bisa berjalan dengan stabil lewat serat kaca. Empat tahun kemudian, serat optik benar-benar terwujud.

Saat ini serat optik sudah menjadi barang yang lazim dipakai sebagai penghubung utama jaringan Internet dari pusat server ke kantor-kantor atau rumah.

Serat optik ini jauh lebih unggul daripada kabel yang sebelumnya dipakai untuk telekomunikasi seperti tembaga karena kecepatannya jauh lebih tinggi dan kapasitas jauh lebih besar.

"Serat kaca ini memungkinkan komunikasi broadband dunia seperti Internet bisa berjalan," kata panitia Nobel.

Dalam dunia Internet--termasuk situs populer Facebook atau YouTube--yang banyak dikirim adalah foto atau video. Sebagian besar foto atau video itu diambil dengan kamera dengan teknologi sensor pencitraan CCD, meski ada juga yang menggunakan teknologi CMOS.

CCD ini adalah sensor digital pertama dunia, ditemukan 1969. Penemunya Boyle (berkewarganegaraan ganda Kanada-Amerika Serikat) dan Smith (Amerika Serikat). Temuan mereka dari Bell Laboratories itu, mereka sebut charge-coupled device, yang membuatnya meraih Nobel.

"Ini menciptakan revolusi fotografi karena cahaya bisa ditangkap secara elektronik, bukannya pada selembar film," kata panitia.

Boyle, 85 tahun, bekerja di Bell dari 1953 sampai 1979. Risetnya adalah bidang optik dan komunikasi satelit, elektronik digital dan kuantum, serta astronomi radio dan komputer. Ia termasuk ilmuwan yang membantu NASA saat badan antariksa itu memilih tempat untuk mendarat bagi Apollo di bulan.

Sedang Smith, 79 tahun, telah memimpin riset pada bidang laser dan semikonduktor. Ia sekarang menjadi penasehat bagi sejumlah laporatorium universitas dan pemerintah Kanada.

Smith sendiri memiliki kegemaran berlayar. Ia baru saja keliling dunia dengan perahu layar. Saat ditanya untuk apa hadiah Nobel yang bakal diterima, Smith mengatakan, "Saya sudah berusia 79 tahun. Saya tidak berpikir hidup saya akan banyak berubah. Saya bahkan tidak butuh perahu yang lebih besar lagi."

REUTERS/NOBEL/NURKHOIRI



image

ITC Imbau Pedagang Jual Produk Berlisensi

Posted: 06 Oct 2009 12:45 PM PDT

VIVAnews - Kemarin, Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI) melakukan sosialisasi kampanye Tim Nasional PPHKI Tahap 2 di Mangga Dua. Timnas PPHKI menilai, dukungan dari pusat perbelanjaan atau mal masih minim terhadap program pemberantasan perdagangan produk bajakan di Indonesia. Apa respon para pemilik tenant menanggapi hal tersebut?

Andreas Gunadi yang hadir mewakili ITC Kuningan enggan mengomentari soal persepsi ITC sebagai pusat perdagangan yang memfasilitasi produk bajakan. Prinsipnya, kata Andreas, ITC Group pasti mendukung setiap upaya Tim Nasional PPHKI memberantas pembajakan di Indonesia.

"Kami sudah mengimbau kepada para penyewa di ITC Group agar tidak menjual produk bajakan. Namun, kenyataannya kami terkendala persoalan strate title (hak kepemilikan) dan pergantian jenis usaha para penyewa yang tidak bisa dimonitor," ucap Andreas yang menjelaskan tenant di ITC Kuningan mencapai 2.000 unit.

Andreas mengakui banyaknya pedagang produk bajakan di ITC Group. Ini menimbulkan kesan bahwa ITC menjadi salah satu pusat perdagangan produk bajakan. Padahal ini kesan yang salah sebab perusahaan sudah mengimbau kepada para penyewa agar tidak menjual produk bajakan.

"Untuk tenant, status hak milik sulit dipantau terutama jika terjadi perubahan jenis usahanya saat disewakan kepada pihak kedua atau ketiga. Tapi, untuk beberapa tenant kami berhasil sehingga mereka tidak menjual produk bajakan," ucap Andreas.

Andreas menegaskan dukungannya terhadap kegiatan kampanye Tim Nasional PPHKI. "Dengan keterbatasan ini, saya mengusulkan kepada pemerintah dan pihak asosiasi agar membuat program pembinaan bersama dengan para pedagang produk bajakan. Kami pasti mendukung program bersama itu," ucapnya.

Sementara itu, Yulius Edison Duha dari Pusat Grosir Pasar Pagi Mangga Dua berpendapat, kendalanya hampir sama dengan pengelola mal ITC. Namun, pihaknya cukup berhasil menekan aktivitas perdagangan produk bajakan di malnya dengan tetap konsisten menerapkan kebijakan larangan terhadap tenant yang ingin menjual produk bajakan.

"Setiap tenant yang ingin menjual produk bajakan kami tolak atau kami arahkan ke produk lain. Sehingga, hingga kini kebijakan ini cukup berhasil. Paling sekarang, hanya 10 konter yang menjual produk bajakan," ungkap Yulius sambil mengatakan tenant Pasar Pagi Mangga Dua mencapai 3.000 unit dengan 90 persen menjual produk pakaian atau fashion.



image

Asirevi: ITC Mall Identik dengan Bajakan

Posted: 06 Oct 2009 11:25 AM PDT

VIVAnews - Wihadi Wiyanto, Sekjen Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia (Asirevi) mengatakan, pihaknya telah mencoba membuka jalur distribusi baru perdagangan produk original dengan masuk ke pusat perbelanjaan. Misalnya, dengan menjual produk original harga khusus, mendekati harga produk bajakan.

Pernyataan tersebut diungkapkan di sela kunjungan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI) dalam sosialisasi kampanye Tim Nasional PPHKI Tahap 2 di Mangga Dua, Jakarta, 6 Oktober 2009.

Meski begitu, pengelola mal dipandang kurang memberikan perlakuan adil kepada para pedagang produk-produk original. Menurutnya, para pedagang produk bajakan justru diberi tempat lebih leluasa ketimbang para pedagang produk original. Ini disinyalir karena ada ketakutan keberadaan produk original akan mengganggu atau menyaingi penjualan produk bajakan.

Wihadi mencontohkan, pengelola mal ITC (ITC group) yang dikenal sebagai pusat perdagangan produk-produk bajakan. "Mengapa ITC Group mempunyai persepsi seperti itu, seolah-olah mal ini menjadi supporter bagi para pedagang produk bajakan," ucapnya pada wartawan.

"Beri kami kesempatan yang sama seperti pedagang produk bajakan. Saya yakin ITC Group bisa berperan besar dengan membantu kami menjual produk original di malnya. Sehingga masyarakat mempunyai pilihan," ucap Wihadi, ketus.

Asirevi, lanjutnya, juga telah mencoba jalur distribusi lain seperti penjualan di salah satu hypermarket terbesar di Tanah Air, Carrefour. Namun, jalur ini dianggap kurang berhasil seperti di ITC Kuningan karena berhadapan langsung dengan penjualan produk bajakan di Mal Ambasador.



image

Oktober Serat Optik Indonesia Timur Dibangun

Posted: 06 Oct 2009 10:20 AM PDT

VIVAnews - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akan segera membangun backbone serat optik di Kawasan Timur Indonesia. Perusahaan tersebut mengambil sebagian konfigurasi Palapa Ring, yakni melintasi jalur-jalur Mataram-Kupang, Manado-Sorong, dan Fakfak-Makassar.

Untuk tahap pertama, sepanjang Oktober 2009, Telkom akan membangun serat optik Mataram Kupang (Mataram Kupang Cable System), sepanjang 1.041KM laut dengan 6 Landing Point di kota Mataram, Sumbawa Besar, Raba, Waingapu dan Kupang.

Selain itu dibangun pula jaringan sepanjang 810KM darat dengan 15 node di kota Mataram, Pringgabaya, Newmont, Taliwang, Sumbawa Besar, Ampang, Dompu, Raba, Labuhan Bajo, Ruteng, Bajawa, Ende, Maumere, Waingapu, dan Kupang.

"Kendati konsorsium proyek Palapa Ring sendiri faktanya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, Telkom tetap akan melanjutkan pembangunan backbone serat optik di Kawasan Timur Indonesia," kata Eddy Kurnia, Vice President Public and Marketing Communications Telkom, pada keterangan pers yang VIVAnews kutip, 7 Oktober 2009.

Eddy menekankan bahwa proyek ini murni merupakan inisiatif dan dijalankan oleh Telkom yang diharapkan selesai akhir September 2010.

Palapa Ring sendiri merupakan megaproyek pembangunan tulang punggung (backbone) serat optik yang diinisiasi oleh pemerintah, yang terdiri dari 35.280 kilometer serat optik bawah laut (submarine cable) dan 21.708 kilometer serat optik bawah tanah (inland cable).

Kabel backbone yang terdiri dari 7 cincin (ring) melingkupi 33 provinsi dan 460 kabupaten di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Bagi Telkom, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di KTI memiliki nilai yang sangat strategis. Sayangnya, pengembangan sektor telekomunikasi di KTI tidak secepat di wilayah-wilayah bagian barat mengingat kondisinya memang tidak mudah. Selain wilayah yang begitu luas, KTI juga merupakan kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil. "Kendala geografis yang kami hadapi sangat menantang," ucap Eddy.

"Backbone serat optik yang kami bangun dengan konfigurasi Palapa Ring diharapkan akan menjadi solusi yang komprehensif terhadap keterisolasian KTI dari jangkauan telekomunikasi, sekaligus akan semakin memperkuat dan memudahkan Telkom dalam mengembangkan berbagai layanan InfoCom di wilayah tersebut," ucap Eddy.

Eddy menambahkan, backbone ini juga diharapkan akan meningkatkan jumlah titik akses ke jaringan pita lebar, yang mendukung peluang persaingan dan prospek bisnis di wilayah-wilayah terbelakang di Indonesia.

Backbone juga diharapkan dapat menyediakan komunikasi yang lebih efisien bagi sektor publik maupun pemerintahan termasuk militer, polisi, meteorologi, pencegahan krisis, dan pelanggan korporat dan rumah tangga, mengurangi biaya komunikasi di dalam wilayah-wilayah yang tercakup serta mendorong penggunaan akses pita lebar, serta memenuhi kebutuhan telekomunikasi saat ini dan mendatang yang tergantung pada jaringan pita lebar.



image

Pakai Software Lisensi Demi Ekonomi Nasional

Posted: 06 Oct 2009 05:35 AM PDT

VIVAnews - Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) menilai penggunaan software berlisensi cukup menguntungkan bagi perekonomian nasional. Industri software telah memberikan peran signifikan terhadap perekonomian dalam empat tahun terakhir.

Seperti dilaporkan Timnas HKI, sumbangan sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,5 persen per tahun.

"Dari pertumbuhan tersebut diperkirakan 2.500 lulusan sarjana baru telah diserap di sektor industri ini," kata Ansori Sinungan, Koordinator Administrasi TIMNAS PPHKI, pada wartawan di sela kampanye HKI di pusat belanja Mangga Dua, Jakarta, 6 Oktober 2009.

"Dan, pendapatan negara dari sektor pajak dari industri ini diperkirakan mencapai US$ 8 juta atau setara Rp 75 miliar per tahun," ucap Ansori yang juga menjabat Direktur Kerja Sama dan Pengembangan Direktorat Jenderal HKI, Departemen Hukum dan HAM.

Menurutnya, saat ini ada sekitar 500 perusahaan software yang berhasil memproduksi software lokal sebanyak 5.000 aplikasi. "Melihat besarnya potensi ini, kami (pemerintah) menilai industri ini sangat penting dilindungi dari pembajakan atau pelanggaran HKI," kata Ansori.

Untuk itu, jika pembajakan software dibiarkan maka orang-orang kreatif dan inovatif asal tanah air tidak akan terpacu untuk berkarya.

"Bila keadaan ini dibiarkan, maka peluang pembukaan lapangan kerja baru dari sektor ini akan stagnan," kata Ansori. "Bahkan negara akan kehilangan pendapatan pajak dari sektor ini sehingga perekonomian tidak dapat tumbuh seperti yang diharapkan," ucapnya.

Perlu diketahui pula, dengan tingkat pembajakan software sebesar 85 persen dari personal komputer yang beredar di Tanah Air saat ini, Indonesia kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 544 juta atau sekitar Rp 5 triliun. Angka ini berupa kehilangan kesempatan kerja, PDB, dan pendapatan pajak.

Padahal, bedasarkan Studi Piracy BSA 2008, bila Indonesia mampu menekan pembajakan software sebesar 10 poin saja, maka dampaknya akan menambah 2.200 tenaga kerja baru, pendapatan pajak sebesar Rp 850 miliar, dan menambah Rp 17 triliun bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Seperti diketahui, hasil studi International Data Corporation (IDC) mengenai Global Software Piracy Study 2008, menyebutkan bahwa angka pembajakan software di Indonesia naik 1 persen menjadi 85 persen. Dari 110 negara yang distudi oleh IDC itu, Indonesia berada di peringkat 12 dan kehilangan potensi pendapatan Rp 5 triliun.

Di kawasan Asia Pasifik, nilai potensi kerugian Indonesia masih lebih kecil dari Cina yang merugi Rp 62,2 triliun, India Rp 25,4 triliun, Jepang Rp 13,2 triliun, Korea Selatan Rp 5,8 triliun, Australia Rp 5,78 triliun, dan Thailand Rp 5,74 triliun.



image

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STOP DREAMING START ACTION