Rabu, 24 Februari 2010

Yahoo! Akhirnya Gandeng Twitter

Yahoo! Akhirnya Gandeng Twitter


Yahoo! Akhirnya Gandeng Twitter

Posted: 23 Feb 2010 08:26 PM PST

Message from fivefilters.org: If you can, please donate to the full-text RSS service so we can continue developing it.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Setahun dipimpin Chief Executive Officer, Yahoo! Inc. banyak berubah. Salah satu yang tampak nyata adalah Yahoo! kini semakin agresif bekerja sama dengan situs-situs lain yang dulu dianggap kompetitor.

Rabu ini, Yahoo! kembali mengumumkan langkah baru mereka: menggandeng Twitter. Dengan kerjasama baru ini, maka pengguna Yahoo! bisa mengintegrasikan fitur-fitur Twitter saat membaca surat elektronik atau fasilitas Yahoo lainnya. Mereka bisa membaca status teman atau membalasnya.

Dalam siaran persnya, Yahoo! mengatakan, "fitur-fitur Yahoo! seperti Berita, Keuangan, Hiburan, dan Olahraga bisa menjadi 'real time Twitter update'." Dengan cara itu berita Yahoo! akan mudah disebarkan melalui Twitter.

Yahoo! juga menambakan fitur pencarian dari percakapan di Twitter. Langkah ini persis sama dengan yang ditempuh Google dan Bing milik Microsoft.

Sebelum kerjasama ini, Yahoo! juga telah merangkul kerjasama dengan Facebook dan MySpace. Portal pertama di dunia ini rupanya sadar, saat ini era sosial media atau situs jejaring sosial.

Cara ini diyakini Yahoo! bisa mempertahankan popularitasnya. Sejak Februari ini, Yahoo! memang disalip Facebook. Jumlah pengunjungnya kalah dibandingkan dengan situs bikinan Mark Zuckerberg itu.

BS | NYT

Five Filters featured article: Chilcot Inquiry. Available tools: PDF Newspaper, Full Text RSS, Term Extraction.



image

Spammer Manfaatkan Demam Piala Dunia 2010

Posted: 23 Feb 2010 06:32 PM PST

Message from fivefilters.org: If you can, please donate to the full-text RSS service so we can continue developing it.

VIVAnews - Symantec mengumumkan akan mengamati aktivitas jahat di Internet yang berkaitan dengan turnamen Piala Dunia (World Cup), yang akan dimulai pada 11 Juni mendatang.

Pada situs web yang disiapkan, www.2010netthreat.com, Symantec akan menyajikan data, komentar, tip keamanan dan link yang berguna untuk para fans sepak bola yang mencari berita di Internet, tiket dan informasi mengenai turnamen tersebut.

Menurut Paul Wood, Senior Analyst Symantec Hosted Services, turnamen yang akan menarik perhatian lebih dari 1 milyar penggemar sepak bola di seluruh dunia itu akan menjadi tema untuk para penjahat cyber.

"Menurut sejarah, acara-acara olahraga yang berskala besar menyebabkan adanya peningkatan jumlah ancaman cyber," kata Wood, pada keterangannya, 24 Februari 2010. "Serangan phishing meningkat 66% selama Olympiade di Beijing pada 2008," ucapnya.

Wood menyebutkan, diletakkannya dua kabel komunikasi bawah laut di pantai Afrika Selatan bulan Juli lalu memperburuk tingkat ancaman tersebut. "Sejarah menunjukan bahwa aktivitas jahat meningkat pada suatu negara menyusul tersedianya bandwidth baru," ucapnya.

Saat ini Symantec telah memasang sensor jaringan tambahan di Afrika Selatan dan Afrika bagian selatan untuk memonitor lalu lintas dan memberikan informasi kepada para konsumen yang mencari langkah-langkah untuk melindungi jaringan mereka dari ancaman-ancaman tambahan.

Banyaknya aktivitas ancaman bukan merupakan hal baru dalam dunia kejahatan cyber –serangan yang disebut scam 419, spam dan phishing akan mendatangi para pengguna menyamar dengan memberikan penawaran istimewa terkait event tersebut.

"Aturannya adalah, jika sesuatu terlihat sangat mustahil untuk jadi kenyataan, maka mungkin saja itu scam," kata Gordon Love, Africa Regional Director, Symantec. "Juga, pada banyak kasus belakangan ini kejahatan cyber berusaha mencuri informasi pribadi - rincian identitas pengguna, nomor rekening bank, password dan nomor kartu kredit – untuk mencuri uang dari pengguna.

Adapun situs 2010 Net Threat bertujuan untuk memberitahu khalayak mengenai melindungi diri mereka sendiri dari serangan-serangan tersebut.

Five Filters featured article: Chilcot Inquiry. Available tools: PDF Newspaper, Full Text RSS, Term Extraction.



image

Lebih Jauh Mengenal Komputasi Awan

Posted: 23 Feb 2010 06:03 PM PST

Message from fivefilters.org: If you can, please donate to the full-text RSS service so we can continue developing it.

Cloud Computing--yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi komputasi awan--beberapa tahun terakhir ini telah menjadi buzzword terpanas di dunia teknologi informasi (TI).

Seluruh nama besar seperti IBM, Microsoft, Google, dan Apple, saat ini sedang terlibat dalam peperangan untuk menjadi penguasa terbesar terhadap awan ini. Tentu saja masing-masing mengeluarkan jurusnya sendiri-sendiri.

IBM di paruh akhir tahun 2009 kemarin telah meluncurkan LotusLive, layanan kolaborasi berbasis cloud.

Microsoft, yang sekarang di perkuat oleh Ray Ozzie sebagai Chief Software Architect pengganti Bill Gates, menggadang Windows Azure, sistem operasi berbasis cloud yang akan menjadi masa depan Windows OS.

Apple mengambil sisi lain, telah menyediakan layanan Mobile Me yang memungkinkan pengguna produk Mac, untuk melakukan sinkronisasi data ke dalam cloud.

Sementara Google, satu-satunya raksasa yang lahir di era internet, sudah sejak lama memberikan layanan Google Docs yang memungkinkan pengguna membuat dokumen atau bekerja dengan spreadsheet secara online tanpa perlu software terinstal di PC atau notebook.

Bahkan Google dalam waktu dekat akan meluncurkan sistem operasi cloud-nya, Chrome OS, yang akan menjadi ancaman serius bagi para penyedia sistem operasi lain.

Namun bisa dibilang, keberhasilan Salesforce.com-lah yang membuka mata dunia bahwa cloud computing menjanjikan pundi-pundi emas yang menggiurkan.

Tapi apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan Cloud Computing itu?

Definisi

Dengan mengetikkan kata kunci "Cloud Computing Definition" di search engine atau wikipedia, dalam sekejap ratusan definisi tentang "Cloud Computing" akan muncul. Dari mulai yang sangat teknis, sampai yang sangat simplistis.

Namun semuanya sepakat bahwa yang dimaksud dengan "Cloud Computing" secara sederhana adalah "layanan teknologi informasi yang bisa dimanfaatkan atau diakses oleh pelanggannya melalui jaringan internet".

Kata-kata "Cloud" sendiri merujuk kepada simbol awan yang di dunia TI digunakan untuk menggambarkan jaringan internet (internet cloud).
 
Namun tidak semua layanan yang ada di internet bisa dikategorikan sebagai Cloud Computing, ada setidaknya beberapa syarat yang harus dipenuhi :

1. Layanan bersifat "On Demand", pengguna dapat berlangganan hanya yang dia butuhkan saja, dan membayar hanya untuk yang mereka gunakan saja.

Misalkan sebuah layanan menyediakan 10 fitur, user dapat berlangganan 5 fitur saja dan hanya membayar untuk 5 fitur tersebut.

2. Layanan bersifat elastis/scalable, di mana pengguna bisa menambah atau mengurangi jenis dan kapasitas layanan yang dia inginkan kapan saja dan sistem selalu bisa mengakomodasi perubahan tersebut.

3. Layanan sepenuhnya dikelola oleh penyedia/provider, yang dibutuhkan oleh pengguna hanyalah komputer personal/notebook ditambah koneksi internet.

Dari sisi jenis layanan tersendiri, Cloud Computing, terbagi dalam 3 jenis layanan, yaitu : Software as a Service (SaaS), Platform as a Service (PaaS) dan Infrastructure as a Service (IaaS).

Sementara dari sifat jangkauan layanan, terbagi menjadi Public Cloud, Private Cloud dan Hybrid Cloud. (Untuk terminologi ini akan dijelaskan secara lebih detail dalam tulisan berikutnya).

Intinya, Cloud Computing adalah sebuah mekanisme yang memungkinkan kita "menyewa" sumber daya teknologi informasi (software, processing power, storage, dan lainnya) melalui internet dan memanfaatkan sesuai kebutuhan kita dan membayar secukupnya pula.

Dengan konsep ini, maka semakin banyak orang yang bisa memiliki akses dan memanfaatkan sumber daya tersebut, karena tidak harus melakukan investasi besar-besaran.

Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, setiap organisasi akan berpikir panjang untuk mengeluarkan investasi tambahan di sisi TI. Terlebih hanya untuk mendapatkan layanan-layanan yang mungkin hanya dibutuhkan sewaktu-waktu saja.

Seperti kecenderungan beberapa tahun terakhir dimana banyak perusahaan telah melakukan outsourcing terhadap pekerjaan non-core mereka. Demikian juga dengan kebutuhan layanan TI, kecenderungan untuk "menyewa" sumber daya TI melalui mekanisme Cloud Computing ini, menunjukan peningkatan signifikan dalam 3 tahun terakhir.

Makanya tidak heran, jika nama-nama besar itu sudah memulai memukul genderang perang menjadi penguasa awan. Everybody wants to be in the Cloud!

Sejarah Cloud Computing

Ide awal dari cloud computing bisa ditarik ke tahun 1960-an, saat John McCarthy, pakar komputasi MIT yang dikenal juga sebagai salah satu pionir intelejensia buatan, menyampaikan visi bahwa "suatu hari nanti komputasi akan menjadi infrastruktur publik--seperti listrik dan telpon". 

Namun baru di tahun 1995 lah, Larry Ellison, pendiri Oracle , memunculkan ide "Network Computing" sebagai kampanye untuk menggugat dominasi Microsoft yang saat itu merajai desktop computing dengan Windows 95-nya.

Larry Ellison menawarkan ide bahwa sebetulnya user tidak memerlukan berbagai software, mulai dari Sistem Operasi dan berbagai software lain, dijejalkan ke dalam PC Desktop mereka.

PC Desktop bisa digantikan oleh sebuah terminal yang langsung terhubung dengan sebuah server yang menyediakan environment yang berisi berbagai kebutuhan software yang siap diakses oleh pengguna.

Ide "Network Computing" ini sempat menghangat dengan munculnya beberapa pabrikan seperti Sun Microsystem dan Novell Netware yang menawarkan Network Computing client sebagai pengganti desktop.

Penulis sendiri pada tahun '98 sempat mencoba Network Computing yang dikoneksikan ke sebuah Windows NT Server di mana NC client dapat menggunakan berbagai aplikasi yang tersedia di dalam server tersebut secara remote.

Namun akhirnya, gaung Network Computing ini lenyap dengan sendirinya, terutama disebabkan kualitas jaringan komputer yang saat itu masih belum memadai, sehingga akses NC ini menjadi sangat lambat, sehingga orang-orang akhirnya kembali memilih kenyamanan PC Desktop, seiring dengan semakin murahnya harga PC.

Tonggak selanjutnya adalah kehadiran konsep ASP (Application Service Provider) di akhir era 90-an. Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas jaringan komputer, memungkinkan akses aplikasi menjadi lebih cepat.

Hal ini ditangkap sebagai peluang oleh sejumlah pemilik data center untuk menawarkan fasilitasnya sebagai tempat 'hosting' aplikasi yang dapat diakses oleh pelanggan melalui jaringan komputer.

Dengan demikian pelanggan tidak perlu investasi di perangkat data center. Hanya saja ASP ini masih bersifat "privat", di mana layanan hanya dikastemisasi khusus untuk satu pelanggan tertentu, sementara aplikasi yang di sediakan waktu itu umumnya masih bersifat client-server.

Kehadiran berbagai teknik baru dalam pengembangan perangkat lunak di awal abad 21, terutama di area pemrograman berbasis web disertai peningkatan kapasitas jaringan internet, telah menjadikan situs-situs internet bukan lagi berisi sekedar informasi statik. Tapi sudah mulai mengarah ke aplikasi bisnis yang lebih kompleks.

Dan seperti sudah sedikit disinggung sebelumnya, popularitas Cloud Computing semakin menjulang saat di awal 2000-an, Marc Benioff ex VP di Oracle, meluncurkan layanan aplikasi CRM dalam bentuk Software as a Service, Salesforce.com, yang mendapatkan sambutan gegap gempita.

Dengan misinya yang terkenal yaitu "The End of Software", Benioff bisa dikatakan berhasil mewujudkan visi bos-nya di Oracle, Larry Elisson, tentang Network Computing menjadi kenyataan satu dekade kemudian.

Selanjutnya jargon Cloud Computing bergulir seperti bola salju menyapu dunia teknologi informasi. Dimulai di tahun 2005, mulai muncul inisiatif yang didorong oleh nama-nama besar seperti Amazon.com yang meluncurkan Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud), Google dengan Google App Engine-nya, tak ketinggalan raksasa biru IBM meluncurkan Blue Cloud Initiative dan lain sebagainya.

Semua inisiatif ini masih terus bergerak, dan bentuk Cloud Computing pun masih terus mencari bentuk terbaiknya, baik dari sisi praktis maupun dari sisi akademis. Bahkan dari sisi akademis, jurnal-jurnal yang membahas tentang ini hal ini baru bermunculan di tiga tahun belakangan.

Akhirnya seperti yang kita saksikan sekarang, seluruh nama-nama besar terlibat dalam pertarungan menguasai awan ini. Bahkan pabrikan Dell, pernah mencoba mempatenkan istilah "Cloud Computing", namun ditolak oleh otoritas paten Amerika.

Walaupun di luaran perebutan kapling awan ini begitu ingar-bingar, tidak demikian dengan di tanah air Indonesia tercinta ini. Pemain yang benar-benar mencoba masuk di area ini masih sangat sedikit, bahkan jumlahnya bisa dibilang belum sebanyak jari sebelah tangan.
Salah satu yang cukup serius bermain di area ini adalah PT Telkom, yang setidaknya saat ini sudah menawarkan dua layanan aplikasi berbasis Software as a Service. Salah satunya melalui anak usahanya, Sigma Cipta Caraka, yang menawarkan layanan aplikasi core banking bagi bank kecil-menengah.

Kemudian bekerjasama dengan IBM Indonesia dan mitra bisnisnya, PT Codephile, Telkom menawarkan layanan e-Office on Demand untuk kebutuhan kolaborasi/korespondensi di dalam suatu perusahaan atau organisasi.

Sepinya sambutan dunia teknologi informasi dalam negeri terhadap Cloud Computing ini, mungkin disebabkan beberapa faktor, di antaranya:

1. Penetrasi infrastruktur internet yang bisa dibilang masih terbatas.
2. Tingkat kematangan pengguna internet, yang masih menjadikan media internet utamanya sebagai media hiburan atau sosialisasi.
3. Tingginya investasi yang dibutuhkan menyediakan layanan cloud ini, karena harus merupakan kombinasi antara infrastruktur jaringan, hardware dan software sekaligus.

Namun demikian, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-5 di dunia--yang berarti juga pasar terbesar ke-5 di dunia--para pelaku teknologi informasi dalam negeri harus sesegera mungkin mempersiapkan diri dalam arti mulai mengembangkan layanan-layanan yang siap di-cloud-kan.

Sehingga saat gelombang besar Cloud Computing ini sampai di sini, tidak hanya pemain asing besar saja yang akan menangguk keuntungan. Tentu saja peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator sangat diperlukan di sini, karena sekali lagi: Everybody wants to be in the Cloud!


Mochamad James Falahuddin, praktisi teknologi informasi

Five Filters featured article: Chilcot Inquiry. Available tools: PDF Newspaper, Full Text RSS, Term Extraction.



image

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Mau Bikin Website? Lapor Dulu!

Posted: 23 Feb 2010 05:35 PM PST

Message from fivefilters.org: If you can, please donate to the full-text RSS service so we can continue developing it.

VIVAnews - Pemerintah China kian memperketat aturan pemakaian internet. Kini, setiap orang yang ingin membuat sebuah laman (website) harus mengurus izin secara langsung dengan instansi berwenang.

Peraturan itu diterbitkan oleh Kementrian Teknologi China awal pekan ini, seperti yang dikutip oleh laman VOA News. Menurut aturan itu, pemohon laman baru harus menunjukkan pula kartu identitas dan foto diri.

Menurut Kementrian Teknologi, aturan baru itu bertujuan mendukung kampanye anti pornografi di internet yang tengah dilancarkan pemerintah. Namun, bagi kalangan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), langkah itu merupakan bentuk baru sensor pemerintah atas media di internet.

China kini memiliki 380 juta pengguna internet, terbanyak di dunia. Itulah sebabnya pemerintah perlu mensensor setiap informasi atau data dan gambar di laman-laman yang dapat diakses oleh pengguna internet di China.

Sensor juga berlaku bagi laman yang menyediakan informasi yang mengkritik pemerintah Partai Komunis di Tiongkok. Itulah yang dipersoalkan para pegiat HAM di China. Namun, tidak reaksi dari pemerintah menyangkut keberatan dari para aktivis HAM itu.

China pun tengah sibuk berunding dengan pengelola laman penyedia informasi terkemuka di dunia, Google. Pasalnya, laman yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu sejak bulan lalu mengancam akan menarik semua bisnis dari China sekaligus tidak lagi bekerjasama dengan pemerintah untuk mensensor semua data yang masuk di laman mereka untuk akses di Tiongkok.

Pasalnya, Google merasa pemerintah China membiarkan adanya praktik-praktik sabotase dari para peretas (hacker) atas laman surat elektronik (email) produksi Google, Gmail. Targetnya adalah para aktivis HAM dan sejumlah perusahaan.

Five Filters featured article: Chilcot Inquiry. Available tools: PDF Newspaper, Full Text RSS, Term Extraction.



image

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STOP DREAMING START ACTION