Sabtu, 05 Februari 2011

Blokir Internet, Mesir Rugi 90 Juta Dollar AS

Blokir Internet, Mesir Rugi 90 Juta Dollar AS


Blokir Internet, Mesir Rugi 90 Juta Dollar AS

Posted: 04 Feb 2011 05:20 PM PST

PARIS, KOMPAS.com - Gara-gara memblokir layanan internet dan telepon selama lima hari, Mesir mungkin mengalami kerugian ekonomi jutaan dollar AS. Organization for Economic Cooperation and development (OECD) yang bermarkas di Paris, Perancis memperkirakan nilai kerugian tersebut mencapai 90 juta dollar AS.

Menurut OECD, sektor telekomunikasi dan layanan internet di Mesir menyumbang 3-4 persen PDB (produk domestik bruto) atau sekitar 18 juta dollar AS per hari. Kerugian yang diderita bakal makin besar karena perusahaan-perusahaan teknologi yang telah berinvestasi di Mesir menutup kegiatan usahanya.

"Pemblokiran internet membuat negara tersebut akan mengalami kesulitan di masa depan untuk menarik perusahaan-perusahaan asing dan menjamin jaringan bisa diandalkan," tulis OECD.

Padahal, sektor teknologi informasi di Mesir diperkirakan bernilai sekitar 1 miliar dollar AS tahun lalu dan melayani pelanggan di seluruh dunia. Vodafone, misalnya, memiliki call center di Mesir yang melayani pelanggan di Selandia Baru. Sejak internet mati, 180 staf Vodafone tidak dapat bekerja dan perusahaan tersebut terpaksa harus mempekerjakan tambahan 100 pekerja di Selandia Baru untuk melayani pelanggan.

"Sementara kerugian langsung akibat matinya akses telekomunikasi sangat besar, kerugian sosial dan ekonomi bakal jauh lebih besar," lanjut OECD. Mesir bakal harus meyakinkan investor asing untuk tetap menanamkan modalnya di sektor telekomunikasi dan teknologi informasi.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Collateral Damage - WikiLeaks In The Crosshairs.



image

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Awas, Toko Online Gadungan di Facebook

Posted: 04 Feb 2011 05:20 PM PST

KOMPAS.com - Sejak makin populer digunakan sebagai layanan jejaring sosial, Facebook mulai dimanfaatkan pelaku bisnis untuk menawarkan barangnya secara online. Namun, belakangan ternyata banyak yang mencoba menyalahgunakan untuk melakukan penipuan.

Aksi yang mereka lakukan umumnya dengan membuat daftar barang dengan harga sangat miring. Harga yang ditawarkan pun bisa di bawah setengah harga normal barang resmi dengan foto-foto pendukung yang meyakinkan.

Namun, jika diteliti lebih lanjur ada yang mencoba menjual barang palsu. Misalnya, ada yang menawarkan tablet BlackBerry BlackPad. Padahal tak ada produk BlackBerry BlackPad. Nama tersebut hanyalah rumor sebelum RIM memberi nama tablet BlackBerry PlayBook. Itu pun baru baru tersedia beberapa bulan lagi.

Pelaku juga membuat disclaimer yang meyakinkan tidak ada tindak penipuan dalam transaksinya sehingga seolah-olah bukan toko online gadungan. Mereka juga menyediakan nomor telepon yang dapat dihubungi secara langsung kapan saja. Bahasanya pun hangat dan lihai melakukan penjebakan dengan cara apapun. Juga info meyakinkan bahwa pembeli bisa mengecek barangnya lewat layanan pengiriman barang seperti Tiki JNE.

Nama-nama yang dipakai macam-macam dari nama orang maupun nama toko. Alamat lengkap juga disertakan. Beberapa pelaku biasanya langsung menghapus atau mengganti nama akun Facebook-nya begitu tercium banyak orang telah melakukan tindak penipuan.

Namun, semua iming-iming tersebut hanyalah jebakan. Beberapa pengguna Facebook pernah menjadi korbannya. Misalnya, penipuan yang dialami Aprilia Paramitasari, seorang kompasianer, anggota jejaring blog Kompasiana. Dalam tulisannya beberapa waktu lalu, ia menceritakan pedihnya tertipu hanya karena iming-iming harga miring.

"Beberapa hari yang lalu, saya melihat iklan di Facebook dengan nama akun facebook Aulia Celluler Shop. Sebuah laptop merek Sony Vaio VPCEB16FG 14 inch baru dijual Rp. 3.750.000. Harga yang sangat murah untuk laptop merek tersebut," cerita dia.

Ia mengaku tidak berniat membelinya karena telah memiliki laptop. Namun, informasi tersebut direkomendasikannya kepada kakaknya yang kebtulan tengah butuh laptop. Alamat itu pun kemudian dikirimkan kepada sang kakak sebagai referensi.

"Melihat murahnya harga laptop tersebut, kakak saya tertarik untuk membelinya. Bakan tidak hanya kakak saya, tapi juga seorang temannya juga, serta pacar saya," lanjutnya.

Mendapat sambutan positif, ia pun menelepon pemilik toko online tersebut seperti tertulis di halaman akunnya. Ia mengaku penerima telepon menyambut ramah dan memintanya mengirim pemesanan dengan format SMS yang diminta. Setelah terkirim ada SMS jawaban untuk mentransfer harga yang diminta.

Ia mengakui kakaknya sempat curiga dengan toko onlien tersebut. Namun, ia mencoba meyakinkan bahwa untuk bertransaksi di toko online memang biasanya seperti itu. Bahkan, untuk meyakinkan sekali lagi, ia menelepon pemilik toko.

"Untuk meyakinkan kakak saya, saya menghubungi si penjual online dan meminta alamat toko mereka dan meminta nomor lain yang bisa dihubungi jika terjadi masalah dengan barang yang saya beli," ujarnya.

Jebakan di ATM

Setelah uang ditransfer, pemilik toko tak juga memberikan nomor resi pengiriman barang. Ia pun kembali menghubungi dan menagih nomor tersebut. Tapi, bukannya diberikan nomor resi, ia disuruh ke ATM.

"Dia mengatakan saya bisa mendapatkan no resi pengiriman barang jika saya pergi ke ATM, karena dia bilang dia melakukan transaksinya via internet banking dan dia akan memberi tahukan kepada saya bagaimana cara mendapatkan no resi tersebut jika saya telah ada di ATM," jelas dia.

Kontan ia menolak repot-repot karena setahu dia nomor resi tercantum di blanko pengiriman. Pemilik toko pun akhirnya bersedia memindai blanko pengiriman dan akan di-upload ke akun Facebook serta menge-tag dia.

"Tak berapa lama, saya diberitahu bahwa bukti resinya telah di upload dan di tag kan kepada saya, sambil si penjual meminta maaf karena dalam paket barang saya terdapat paket barang orang lain berupa sebuah Apple iPad. Saya bilang itu bukan kesalahan saya, dan kalau memang benar barang tersebut 'nyangkut' di paket saya, saya akan segera mengirimkannya kembali kepada mereka jika barang tersebut sudah di tangan saya. Si penjual pun setuju," lanjut dia.

Saat nomor resi dicek ke situs web penyedia jasa pengiriman dimaksud, ternyata tidak ada. Ketika ditanyakan, sang penjual pun tak merasa bersalah malah menyalahkannya karena tidak mau ke ATM sehingga barang tidak bisa terkirim. Ia pun masih mencoba berharap barang terkirim meski belum sampai.

Namun, ditunggu berhari-hari, barang yang dibeli tak juga datang. Ia pun mulai khawatir dan menelepon lagi nomor pemilik toko. Namun, sampai sekarang tak pernah lagi diangkat. Merasa jadi korban penipuan, ia berniat melaporkan tindakan tersebut ke polisi.

"Saya sudah berusaha menghubungi pihak penjual yang anehnya masih bisa, karena nomor handphonenya masih terus aktif, tetapi tidak mendapatkan tanggapan sama sekali. Saya sudah pasrah dan berusaha menguatkan hati untuk menerima yang telah terjadi serta menyiapkan diri untuk mengganti setiap kerugian yang timbul akibat kecerobohan saya," ujarnya.

Ia berharap apa yang dialaminya tersebut bisa menjadi pelajaran bagi pengguna Facebook lainnya. Modus yang sama bukan satu dua orang saja yang melakukannya, namun kini banjir di Facebook. Tentu tak semua toko onlien di Facebook fiktif. Pintar-pintarlah memilih toko online yang dipercaya. Andai tak mau membeli kucing dalam karung, membeli langsung secara offline saja.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Collateral Damage - WikiLeaks In The Crosshairs.



image

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Alamat Internet Habis, Bagaimana Selanjutnya?

Posted: 04 Feb 2011 05:20 PM PST

KOMPAS.com — Isu akan habisnya IPv4 sudah bergaung di kalangan pelaku internet beberapa tahun terakhir ini. Berbagai kalkulasi dilakukan, dan hingga pertengahan tahun lalu, habisnya freepool IPv4 di IANA (Internet Assigned Numbers Authority) diperkirakan pada sekitar pertengahan tahun 2011 ini.

Alokasi IP Address di dunia diatur oleh IANA, dan di bawahnya ada pembagian lima wilayah berdasarkan geografi. Indonesia bernaung di bawah Asia Pacific Network Information Centre (APNIC) yang berpusat di Australia.

1 Februari 2011, IANA mengabulkan permintaan APNIC dan memberikan 2 blok /8 terakhirnya. Dan, inilah saat habisnya freepool IPv4 di IANA. Memang, masih ada 5 blok /8 lagi yang disimpan IANA, tetapi blok tersebut segera dibagikan secara merata ke setiap wilayah: Asia Pasifik, Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, dan Eropa. Lima blok terakhir ini juga akan dialokasikan ke pengguna dengan tata cara yang jauh lebih ketat dari sebelumnya dan jumlah maksimal yang jauh lebih kecil.

"Ini adalah sejarah besar dalam perkembangan internet di dunia meskipun telah diantisipasi jauh hari sebelumnya," ucap Raúl Echeberría, Direktur Number Resource Organization (NRO), yang merupakan perwakilan resmi lembaga pengelola IP Address di tiap wilayah. "Masa depan internet adalah IPv6. Semua komponen yang terkait harus melakukan langkah nyata untuk segera menggunakan IPv6," ujarnya.

Habisnya IPv4 ini memang merupakan pukulan yang cukup berat untuk sebagian besar negara di kawasan Asia Pasifik. "Kawasan ini merupakan wilayah dengan populasi terbesar di dunia dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hampir semua negara sedang mengembangkan infrastruktur internetnya dengan pesat." kilah Geoff Huston, Chief Scientist APNIC.

Kendala yang dihadapi

Ada beberapa kendala yang akan dihadapi dengan habisnya freepool IPv4 ini.

Pertama, penyedia infrastruktur dan jaringan akan sulit untuk memberikan alokasi IP publik ke pelanggan baru. Terpaksa dilakukan penggunaan IP private dengan proses penerjemahan alamat. Secara umum memang pelanggan bisa mengakses internet, tetapi ada beberapa aplikasi khusus yang menuntut adanya koneksi langsung menjadi tidak bekerja. Membuat ISP baru akan menjadi hal yang hampir mustahil dilakukan jika tidak tersedia alokasi IPv4 yang baru.

Kedua, di sisi penyedia server, adanya penambahan IP publik adalah syarat mutlak untuk menambahkan server. Server konten yang bertujuan untuk diakses banyak pengunjung dari internet membutuhkan IP publik. Tidak tersedianya IP publik secara langsung akan menghambat perkembangan industri konten.

Lakukan sekarang

Bagi penyedia konten, pemilik jaringan yang besar, kampus, bank, dan berbagai institusi yang memiliki jaringan serta konten internet, masih ada sedikit waktu untuk segera meminta alokasi IPv4 sekaligus langsung menjalankan IPv6.

Ada banyak keuntungan apabila kita memiliki IPv4 sendiri. Kita bisa berlangganan ke lebih dari satu ISP dan melakukan load balance serta sekaligus fail over untuk beberapa tautan upstream tersebut. Kita juga lebih fleksibel untuk berpindah ISP karena tidak perlu mengubah alamat IP karena alamat IP yang kita gunakan memang dialokasikan secara permanen ke kita, tidak tergantung pada pinjaman IP dari ISP.

Untuk penyedia konten seperti perbankan, memiliki IP sendiri juga lebih baik dari sisi keamanan. Jika dilakukan whois pada alamat IP tersebut, data yang tercantum adalah identitas institusi kita sendiri, bukan ISP tempat kita berlangganan.

Institusi yang ingin mendapatkan alokasi IPv4 bisa menghubungi Indonesia Network Information Center (IDNIC) di web www.idnic.net atau e-mail hostmaster@idnic.net

Migrasi ke IPv6

Di masa depan, IPv6 adalah jawaban pasti atas masalah habisnya IPv4 ini. IPv6 menjanjikan jumlah yang jauh lebih banyak. Jika IPv4 hanya berjumlah 4,3 milyar IP, IPv6 berjumlah 4 triliun triliun triliun triliun IP. Sungguh perbedaan jumlah yang sangat signifikan.

Selain itu, IPv6 juga menjanjikan protokol keamanan yang lebih baik karena protokol keamanannya bersifat bawaan, tidak seperti IPv4 yang bersifat opsional.

Semua pihak yang terkait dengan penggunaan jaringan dan IP Address diharapkan saat ini juga mulai melakukan migrasi ke IPv6. Dalam beberapa waktu mendatang, IPv4 dan IPv6 berjalan bersamaan (dual-stack) hingga satu saat nanti kita bisa sepenuhnya menikmati penggunaan IPv6.

Penulis: Valens Riyadi, Kabid National Internet Registry Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Collateral Damage - WikiLeaks In The Crosshairs.



image

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STOP DREAMING START ACTION