Sabtu, 11 Juni 2011

Perpustakaan Online Asal Bandung: Wetick.com

Perpustakaan Online Asal Bandung: Wetick.com


Perpustakaan Online Asal Bandung: Wetick.com

Posted: 10 Jun 2011 05:05 AM PDT

Dunia buku adalah sebuah segmen pasar yang cukup besar, baik dari segi bisnis maupun jumlah peminat. Dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan jumlah terbitan yang rata-rata sekitar 7000 judul per tahun, industri buku di sini memang belum terlalu membahagiakan. Namun jika melihat langsung di lapangan, minat baca kita sebenarnya tidak bisa dibilang rendah.

Layanan berbasis Internet yang ingin menjembatani antara perkembangan teknologi dan penerbitan (cetak) juga terus bermunculan, baik itu buku berbasis teks atau bergambar seperti buku fotografi atau komik. Ada juga yang mengambil jalan untuk menjembatani proses pinjam-meminjam buku dan barang cetak — salah satunya Wetick.com.

Kegiatan pinjam-meminjam buku di Indonesia cukup populer. Orang melakukannya dari taman bacaan hingga perpustakaan tiap kota (yang jumlahnya masih kurang banyak). Kecenderungan masyarakat yang lebih suka meminjam buku ketimbang membeli menjadi peluang untuk layanan seperti Wetick.

Wetick, seperti yang tertera di situs mereka, adalah perpustakaan online yang meminjamkan berbagai buku, majalah, komik dalam bentuk fisik dari bermacam-macam kategori. Untuk dapat meminjam, Anda harus mendaftarkan diri di situs mereka dengan membayar uang pendaftaran sebesar Rp 30 ribu. Mereka menyediakan tiga paket keanggotaan — Regular, Express, dan Unlimited — dengan biaya dan fasilitas yang berbeda-beda.

Terdapat setidaknya tiga pilihan bacaan, mulai dari buku (novel dan nonfiksi), majalah, dan komik. Untuk nonfiksi ada berbagai kategori mulai dari bisnis dan ekonomi, sosial politik sastra dan sebagainya.

Terus terang, situs ini memiliki alur yang agak membingungkan. Bahkan proses pembayarannya juga membuat saya ragu untuk mentransfer uang karena tidak ada keterangan khusus yang menjelaskan tentang keterangan dan alamat transfer. Satu-satunya keterangan rekening ada di menu cara mendaftar Wetick, yang sepertinya lebih mirip contoh dari pada nomor rekening resmi.

Tampilan situs pun terlalu sederhana dan kurang menarik. Jumlah koleksi juga tidak terlalu banyak, meski beberapa buku populer saya lihat ada di rak buku. Masalah pengembalian buku juga sepertinya masih memiliki celah untuk terjadinya ketidaklancaran proses pinjam-meminjam.

Yang paling menarik bagi pengguna mungkin adalah fasilitas pengembalian buku (pengiriman) yang akan ditanggung oleh Wetick (meski prosesnya kurang nyaman, sebagai contoh, Anda tidak boleh menghilangkan slip pengiriman dan hanya boleh menggunakan jasa JNE).

Wetick, yang berdiri pada Desember 2010, sepertinya merupakan bagian dari I3M, sebuah lembaga kemahasiswaan ITB. Kantor mereka juga masih "menumpang" di asrama Bumi Ganesha.

Saya pikir masih banyak pengembangan yang bisa dilakukan Wetick. Salah satunya, menurut saya adalah pendekatan lokal, misalnya selain menambah koleksi, proses pinjam-meminjam mereka dilakukan secara lokal terlebih dahulu (sambil mempelajari minat pengguna) atau minimal antar area/kota yang tidak terlalu luas. Setelah berjalan lancar, barulah terus mengembangkan ke wilayah yang lebih luas.

Elemen sosial, termasuk pilihan berbagi dan ulasan juga bisa ditambahkan. Jika memungkinkan, mereka bisa bekerja sama dengan toko buku online atau penerbit untuk meminjamkan buku sebagai bentuk promosi atau menggunakan buku yang sudah masuk gudang.

Itu pendapat saya atas layanan Wetick, bagaimana dengan Anda?

DailySocial.net adalah sebuah blog yang membahas teknologi web dan internet dari dalam dan luar negeri, strategi perusahaan IT/Web global, dan juga memperkenalkan startup-startup Indonesia. Blog ini didirikan Rama Mamuaya.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: Ten Years Of Media Lens - Our Problem With Mainstream Dissidents.



image

Ponsel, Antara Kebutuhan dan Gengsi

Posted: 10 Jun 2011 10:38 PM PDT

Liputan6.com, Jakarta: Telepon seluler bagi sebagian orang di kota besar ternyata bukan hanya sekadar kebutuhan, tapi sudah menjadi gaya hidup. Jadi jangan heran, karena tidak sedikit di antara mereka yang memiliki ponsel terbaru hanya untuk sekadar gengsi.

Seperti terlihat dalam sebuah pameran ponsel di Jakarta, baru-baru ini. Sebagian besar pengunjung berusaha untuk mencoba dan mencari tahu kelebihan beragam ponsel tersebut. Makin canggih fitur sebuah ponsel, makin banyak pula pengunjung yang mendatangi gerai ponsel tersebut. Konsumen senang karena gairah akan gengsi terpenuhi, pedagang pun berucap syukur.

Kini keputusan ada di tangan Anda menghadapi gempuran teknologi, apakah mendahulukan gengsi atau kebutuhan. Banyak kasus, hanya karena ingin tampak tidak ketinggalan, mereka melakukan tindakan kriminal dengan mencuri ponsel. Bahkan, di Cina seorang pria menjual ginjalnya hanya karena ingin punya iPad-2 [baca: Demi iPad 2, Remaja Jual Ginjalnya].(ADO)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: Ten Years Of Media Lens - Our Problem With Mainstream Dissidents.



image

This posting includes an audio/video/photo media file: Download Now

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

STOP DREAMING START ACTION